JAKARTA - Sri Wahyuni Agustini (22) menyumbangkan satu dari tiga medali yang diraih Kontingen Indonesia pada Olimpiade ke-31 di Rio de Janeiro, Brasil, tahun 2016.

Lifter asal Bandung itu meraih medali perak setelah berhasil mencatatkan angkatan total 192 kg, dengan angkatan snatch 82 kg dan clean dan jerk 107 kg. Namun tak banyak yang tahu bagaimana perjuangan pelifter putri itu menjadi atlet kelas dunia.

Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, pernah berkunjung ke tempat latihan Yuni di Jalan Rawa Tembaga, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi pada 2014 silam. Imam ketika itu terkejut melihat tempat Yuni berlatih karena menganggap tidak layak untuk latihan.

"Dia (Menpora) menyebut tempat kami seperti kolong jembatan," kata seorang pelatih, Junaidi, Selasa (23/8).

Mendengar ucapan itu, Junaidi hanya bisa tersenyum. Dia mengaku memperlihatkan kondisi tempat latihan kepada Menpora apa adanya.

"Saya akui memang tidak layak, sarana dan prasarananya tidak memadai untuk latihan atlet kelas nasional maupun dunia," kata Junaidi.

Merdeka.com yang menyambangi tempat latihan itu kegerahan. Bangunan itu berukuran 20X10 meter, sirkulasi udara minim, bahkan tak ada pendingin di dalamnya. Sedangkan, atlet yang berlatih mencapai 20 orang lebih. Di dalam ruangan itu hanya ada satu alat fitnes yang dipakai bergantian serta tiga kamar mandi.

Menurut dia, idealnya luas gedung dua kali lipat dari yang ada saat ini. Selain itu dilengkapi fasilitas yang layak karena jumlah atlet yang setiap hari latihan mencapai 20 orang. Peralatan angkat besi hanya ada empat set, minimal delapan set.

"Anak-anak kalau sudah kepanasan memilih keluar mencari udara," ungkap Junaidi.

Namun menurutnya, Menteri Imam cukup kagum. Sebab, dari tempat seperti itu tim pelatih di sana mampu mencetak atlet berkelas nasional bahkan internasional. Para atletnya tetap bersemangat berlatih selama enam jam pagi dan sore dengan berbagai keterbatasan sarana dan prasarana.

Setidaknya ada dua atlet yang berasal dari tempat latihan tersebut berlaga pada kejuaraan olimpiade Rio De Jeneiro, Brasil. Satu orang yaitu Sri Wahyuni berhasil menyabet medali perak di kelas 48, sedangkan Deni gagal meraih medali di kelas 77.

"Yuni berlatih di sini ketika ada desentralisasi atlet Jawa Barat ketika dia baru saja meraih medali emas pada kejuaraan Internasional pada 2013 lalu," ucapnya.

Ketua KONI Kabupaten Bekasi, Romli, berharap pemerintah daerah, provinsi, bahkan pusat, peduli dengan sarana dan prasaran para atlet di wilayahnya. Menurut Romli, dengan fasilitas apa adanya layaknya 'kolong jembatan' bisa mencetak atlet kelas dunia.

"Kabupaten Bekasi memiliki potensi besar mencetak atlet kelas dunia," kata Romli.

Romli berkeinginan membuat kampung atlet di komplek Stadion Wibawa Mukti, Cikarang. Selain kampung, sejumlah venue termasuk tempat latihan angkat besi dipindah ke sana. Dengan begitu, pembinaan atlet-atlet muda semakin terfokus.***