JAKARTA - Wajah lesu seorang pemulung itu berubah menjadi berseri ketika keluar dari ruangan sederhana, yang di bagian depannya terpasang spanduk bertuliskan ''Klinik Rumah Sehat''. Klinik ini mulai diresmikan sejak Maret 2015 dan dibuka setiap hari Selasa-Kamis dan Sabtu dengan menyasar para pemulung serta keluarganya, yang tinggal di kawasan Tohpati, Kecamatan Denpasar Timur.

"Setiap minggunya, saya bisa dua atau tiga kali ke klinik ini. Barangkali karena faktor usia, sehingga saya gampang terkena batuk, demam, flu atau gatal-gatal," ujar Muh Syukur (60), seorang pemulung asal Pasuruan, Jawa Timur.

Keberadaan klinik ini, ucap Syukur, benar-benar menjadi angin segar bagi para pemulung, yang memang sering mengalami sakit. Hal ini karena pekerjaan pemulung memiliki keterkaitan dengan sampah, yang sudah tentu tidak higienis dan menjadi pemicu terjangkitnya penyakit.

"Kalau berobat ke klinik ini, benar-benar gratis. Tidak ada pungutan biaya apapun, jadi kami sekeluarga bisa datang kalau sedang sakit. Tidak perlu ke puskesmas atau rumah sakit. Cukup ke klinik ini saja untuk mendapatkan obat atau suntikan kalau lagi sakit," ujarnya.

Tidak adanya pungutan sepeserpun ketika berobat, memang menjadi alasan utama sehingga Klinik Rumah Sehat selalu menjadi tumpuan para pemulung, termasuk pengemis di kawasan Tohpati, jika sedang mengalami gangguan kesehatan.

Menurut Syukur, dengan pendapatan rata-rata harian hanya Rp25 ribu, maka jumlah itu tentu sangat minimal, sedang harga kebutuhan pokok selalu mengalami kenaikan. Tak heran, dirinya amat bersyukur, dengan didirikannya klinik itu, maka biaya berobat bisa dipangkas.

"Kalau sedang nasib baik saja, saya bisa mendapatkan Rp60 ribu. Tapi itu jarang sekali, seringnya ya dapat Rp25 ribu itu. Makanya saya gembira sekali ada klinik ini. Saya, istri, anak, menantu sampai cucu, semuanya kalau sakit berobat ke sini," ujar lelaki yang sudah puluhan tahun menggeluti pekerjaan sebagai pemulung ini.

Di tempat yang sama, Malita Fitriyana, dokter umum yang bertugas di Klinik Rumah Sehat menyatakan, mengobati para pemulung tidak berbeda dengan kalangan masyarakat pada umumnya.

"Justru pemulung biasanya bersikap lebih terbuka. Malah sebagai dokter, saya sering diajak curhat dan cerita berlama-lama untuk membicarakan permasalahan penyakit yang sedang dideritanya," kata Malita.

Jenis penyakit yang banyak diderita para pemulung, antara lain, penyakit kulit, nyeri otot, sendi dan sakit kepala. Kalau pergantian dari musim kemarau ke musim hujan, maka kebanyakan yang datang adalah pasien yang sakit batuk dan pilek.

Dalam sehari, pasien yang berobat ke klinik itu berkisar 5-10 orang dari berbagai kalangan usia. Pasien ini lebih dulu antre menunggu di ruangan klinik yang berada di Banjar Kerta Jiwa, sebelum kemudian dipanggil untuk diperiksa dokter.

"Saya benar-benar senang dengan menjadi dokter bagi pemulung, bisa membaktikan ilmu yang saya miliki kepada masyarakat yang memang betul-betul membutuhkan seseorang untuk merawat dan mengobati beragam penyakit yang diderita. Memang peralatan medisnya masih terbatas, kalau memang penyakitnya berat, maka dirujuk ke rumah sakit terdekat," ujar dokter yang berasal dari Jakarta ini.

Sentra Pemulung

Klinik Rumah Sehat ini berdiri, sebagai bagian program CSR dari PT Namasindo Plas, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan bahan daur ulang plastik jenis PET. Berhubung ujung tombak pencari bahan daur ulang plastik itu adalah para pemulung, maka PT Namasindo Plas tergerak untuk lebih memerhatikan kesejahteraan dan tingkat kesehatan mereka.

"Fokus kegiatan ini adalah untuk peningkatan kualitas kesehatan bagi pemulung dan keluarganya. Dalam melaksanakan kegiatan ini, kami bekerja sama dengan Bali PET (perusahaan pencacah plastik) dan juga Klinik Rumah Sehat Madani," kata Budiono, CSR Supervisor PT Namasindo Plas.

Budiono melanjutkan, bahkan tidak hanya di wilayah Tohpati, Denpasar, klinik serupa juga didirikan di kawasan Lepang, Kabupaten Klungkung. Kalau di kawasan Lepang, maka klinik menyasar masyarakat umum yang ingin berobat.

Klinik Rumah Sehat ini juga memiliki program pemeriksaan keliling ke sentra-sentra pemulung di kawasan Denpasar dan Klungkung. Belakangan beberapa masyarakat dari kalangan kurang mampu, juga memanfaatkan klinik ini sebagai tempat berobat.

"Kalau sedang melakukan pengobatan keliling ke masyarakat atau pemulung, tidak lupa juga diberikan penyuluhan tentang pentingnya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Diharapkan ke depan lebih banyak pemulung yang menikmati layanan kesehatan dari klinik ini," ujarnya.

Sementara itu, sebelumnya Divisi Relation PT Tirta Investama Mambal Nyoman Arsana menyatakan pihaknya sudah melakukan pembentukan Lembaga Pemberdayaan Pemulung (LPP) sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup pemulung, sekaligus berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.

Dikatakan dia, langkah ini merupakan upaya pemberdayaan pemulung dan tujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang berkesinambungan, dalam suatu kegiatan industri daur ulang sampah yang dimanajemen secara profesional.

"LPP sudah dibentuk mulai tahun 2010 dan telah memiliki dua Recycle Bussiness Unit (RBU). Yakni nama Bali PET (Desa Lepang, Kabupaten Klungkung) dan Desa Kertalangu (Kota Denpasar). Kegiatan ini melibatkan sekitar seribu pemulung dan dapat memproduksi sampah plastik PRT lebih dari 200 ton per bulan," ujarnya.***