JAKARTA - Mantan terpidana perkara suap PLTU Tarahan, Emir Moeis mendatangi Bareskrim Mabes Polri, Rabu (27/7). Kedatangan politikus PDI Perjuangan itu adalah untuk menanyakan laporannya tentang pemalsuan dokumen dan tanda tangan.

Mantan warga binaan di LP Sukamiskin, Bandung itu mengatakan, dirinya pernah melaporkan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan warga negara Amerika Serikat (AS), Pirooz Muhammad Sarafi. Yakni dugaan dokumen yang mestinya tentang bantuan teknis dalam rangka pencarian lokasi batu bara, lahan kelapa sawit di Kalimantan Timur, serta pembangunan stasiun elpiji di Bali, tapi dipalsukan menjadi kontrak tender pembangunan PLTU Tarahan.

"Saya datang ke Mabes Polri bukan mencari keadilan, tapi ingin mengungkap kebenaran," ujar Emir di Bareskrim Mabes Polri. "Karena saya sudah menjalani hukuman."

Emir merasa sudah menjadi korban ketidakadilan KPK. Terutama karena ia diproses dengan dokumen palsu. Buktinya, kata Emir, KPK tak pernah bisa menunjukkan dokumen otentik tentang PLTU Tarahan.

"KPK ini bagaimana kok tidak memiliki dokumen asli tapi bisa menuntut saya dan mendakwa saya. Hakim kok bisa mengadili saya hanya dengan dokumen," keluhnya.

Selain itu, Emir juga merasa dicatut oleh Abraham Samad ketika masih memimpin KPK. Sebab, Abraham yang pengin menjadi calon wakil presiden pernah menjanjikan ke petinggi PDIP bahwa hukuman untuk Emir akan ringan.

Belakangan, Pengadilan Tipikor Jakarta mengganjar Emir dengan penjara selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta. "Padahal jaksa penuntut mengaku kepada saya cuma menuntut tiga tahun, tapi pimpinan KPK minta jadi 4,5 tahun kok ini dibilang saya diringankan. Saya berpikir dalam perkara ini saya dijadikan komoditi kandidat calon wakil presiden," keluhnya.

Karenanya Emir berharap kasus yang pernah membelitnya bisa dibuka seterang-terangnya. ‎"Saya minta kebenaran hukum diungkap saja," ucapnya.

Sedangkan kuasa hukum Emir, Erick S Paat mengatakan, berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP), ternyata Bareskrim menghadapi kendala. Yakni tidak adanya dokumen asli di KPK.

"SP2HP dari kepolisian mengatakan laporan itu tidak bisa ditindaklanjuti. Alasannya karena dokumen yang asli tidak ada di KPK," katanya.

Namun, kata Erick, kliennya tak menyerah. Sebab, kini Emir berencana untuk melaporkan Abraham Samad atas dugaan pencemaran nama baik terkait pertemuan lobi-lobi politik jelang Pilpres 2014 atau yang dikenal dengan sebutan kasus Rumah Kaca.

"Kami akan akan menyurati Kapolri untuk mendalami kasus efek rumah kaca, di mana Abraham Samad bertemu dengan petinggi PDI Perjuangan. Nanti bisa juga kita melaporkan atas dugaan pencemaran nama baik pak Emir," pungkasnya.***