JAKARTA - Kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan tersangka Rohadi, sepertinya bakal menyeret Partai Golkar. Kasus ini berawal saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (15/6), terkait putusan perkara pencabulan Saipul Jamil di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dikutip Goriau.com dari merdeka.com, penyidik KPK mengamankan 7 orang, di antaranya adalah Rohadi, kakak kandung Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah, Bertha Natalia Ruruk Kariman, Kasman Sangaji, Doly Siregar, dan dua orang sopir turut diamankan. Dalam operasi tersebut KPK mengamankan uang Rp 250 juta diduga untuk meringankan vonis kasus pencabulan Bang Ipul panggilan pedangdut tersebut.

Selain menemukan Rp250 juta penyidik KPK menemukan uang Rp 700 juta di mobil Rohadi. Uang Rp 700 juta itu diduga terkait dengan sengketa dualisme kepengurusan Partai Golkar pada Juli 2015 silam.

"Informasi seperti itu. Kalau penyidik melihat ada korelasi dan melihat ada kemungkinan untuk dikembangkan ya akan dikembangkan," kata Wakil ketua KPK, Alexander Marwatta di gedung KPK, Senin (25/7).

Terkait uang Rp 700 juta ini, KPK sudah meminta keterangan anggota Komisi II DPR Fraksi Gerindra Sareh Wiyono yang juga mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara periode 2003-2006, dan empat hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yakni Hasoloan Sianturi, Dahlan, Sahlan Efendi, dan Jootje Sampalang. Pemeriksaan Sareh lantaran KPK mendapat informasi uang Rp 700 juta itu diberikan Sareh kepada Rohadi.

Meski demikian, Alex mengingatkan untuk tidak terlalu buru-buru dalam menyimpulkan temuan uang tersebut. Dia menjelaskan saat ini segala hal berkaitan dengan perkara saat ini tengah disidik tentu akan didalami lebih lanjut.

Alex mengingatkan untuk mengembangkan kasus baru dan menetapkan kasus ke tingkat penyidikan setidaknya KPK harus memiliki minimal dua alat bukti yang cukup. "Kalau ada keterangan saksi dan ada keseuaian ditambah dengan alat bukti lain kemudian kita mendapatkan dua alat bukti nah itu jadi dasar kita untuk menindaklanjuti suatu perkara," tukas Alex.

Golkar kubu Ical menggugat keabsahan Munas Golkar kubu Agung Laksono yang diadakan di Ancol, Jakarta Utara, pada Selasa 17 Maret 2015. Setelah melalui sidang panjang awal Juni 2016, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, mengabulkan gugatan yang diajukan kubu Ical dan menganulir kepengurusan kubu Agung.

"Majelis hakim menilai adanya bukti perbuatan melawan hukum, maka Munas Ancol harus dinyatakan tidak sah," ujar Hakim Ketua Lilik Mulyadi di PN Jakarta Utara, Jumat (24/7).

Namun Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar Idrus Marham membantah keterlibatan kadernya dalam kasus suap terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi. Terlebih internal Partai Golkar telah mengonfirmasi setiap kadernya terkait penemuan uang Rp 700 juta di mobil Rohadi yang disebut-sebut berasal dari Partai Golkar.

"Sampai hari ini setelah kita cek baik pihak Ancol dan Bali semua beri konfirmasi kita berjalan baik sesuai aturan. Tapi kita serahkan ke proses hukum," kata Idrus di kantor DPP Partai Golkar jalan Anggrek Nelli Murni, Jakarta Barat, Selasa (26/7).

Idrus membantah mengenal Rohadi sebagai makelar peradilan. Sehingga dia memastikan bahwa partai Golkar tidak melakukan permainan dalam kasus apapun.

"Semua orang tahu. Kita enggak kenal tapi kita tahu. Partai Golkar tidak pernah itu, Kami yakin Golkar tidak pernah lakukan itu. Kita sudah saling cek saling konfirmasi," tegas Idrus.

Idrus enggan berkomentar banyak jika KPK memanggil Golkar terkait uang Rp 700 juta itu. Sebab dia berkeyakinan tidak ada satu kader pun yang terlibat dalam kasus itu.

"Kan enggak ada masalah. Kami anggap tidak ada masalah, komitmen kami semua bersih. Saya tidak mau berandai-andai. Komitmen kami seluruh masalah Golkar sudah kita akhiri," ungkap Idrus.

Meski demikian, bukan berarti Idrus menyatakan dirinya tak percaya dengan kinerja KPK. Namun dia lebih percaya terhadap kadernya, mengingat survei akhir-akhir ini menunjukkan elektabilitas partai Golkar semakin meningkat. Dan dia tak ingin masalah inu menjadikan kepercayaan masyarakat menjadi turun kembali.

"Bukan KPK (mengada-ada) tapi kalau ada kader Golkar yang bermain itu tidak mungkin. Survei sudah bagus ada begini-begini ya kita ketawa-tawa aja," pungkas Idrus.***