JAKARTA - Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ichsan Zikry menyebutkan, sepanjang 2012 hingga 2014 ada ratusan ribu perkara yang disimpan dan diduga hilang di kepolisian. Adanya berkas yang diduga hilang dan disimpan tersebut menjadi celah terjadinya penyelewengan. Apalagi, perkara-perkara itu banyak yang tidak jelas status hukumnya kini.

"Dampaknya, bisa salah tangkap, jual beli kasus hingga korupsi di pengadilan," kata Ichsan dalam diskusi di LBH Jakarta, Kamis (21/7/2016).

Hasil penelitian LBH Jakarta dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FH UI) menemukan ada 1.144.108 perkara yang diterima pada tahun 2012-2014. Namun, hanya 645.780 perkara yang diproses.

Dari jumlah itu, sebanyak 386.766 dilengkapi Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan diterima kejaksaan dalam lingkup pidana umum.

Sedangkan sisanya, 255.618 perkara masih mengendap dan 44.273 perkara diduga hilang begitu saja karena berkasnya bolak-balik antara jaksa dan penyidik. 

Menurut Ichsan, berkas perkara yang disimpan dan diduga hilang menjadi celah terjadinya suap. Dalam prosesnya, kepolisian tidak menyampaikan berkas yang seharusnya dikirim kembali ke jaksa itu.

Minimnya pengawasan ini, lanjut Ichsan, dapat berdampak negatif dalam proses hukum.

Peneliti dari MaPPI FH UI Adery Ardhan menambahkan, hilangnya puluhan ribu berkas perkara disebabkan tidak efektifnya pola koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan.

"Tidak adanya keterlibatan aktif penuntut umum dalam tahap penyidikan mengakibatkan sering adanya gap (antara polisi dan kejaksaan)," tutur Adery.

"Ini menyebabkan banyaknya berkas perkara bolak balik dan memakan waktu panjang. panjang. Ini juga yang bisa menyebabkan berkas perkara hilang entah di mana," kata dia.***