JAKARTA – Maraknya kasus peredaran vaksin palsu tengah dibahas di gedung DPR, Jakarta. Rapat kerja tersebut melibatkan komisi IX, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, BPOM, Bio Farma dan Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Rapat berlangsung “panas” karena hampir semua anggota DPR menunjukkan kemarahannya. Mereka menuntut keterangan sejelas-jelasnya dari pemerintah soal peredaran vaksin palsu yang disebut kepolisian sudah terjadi sejak 2003.

Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, menekankan bahwa para orang tua dari anak-anak Indonesia sangat dirugikan dengan kasus ini. Apalagi peredarannya sudah berlangsung belasan tahun.

“Pertanyaan kami, apakah yang palsu yang beredar itu berbahaya atau tidak untuk kesehatan anak-anak kita?” ucap Dede.

Dia menyatakan, fungsi pengawasan pemerintah terhadap peredaran vaksin tidak berlangsung benar. Media-media massa nasional hampir seragam menyatakan negara lalai dan pemerintah harus bertangung jawab.

Melanjutkan pernyataan itu, anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta pemerintah tidak bertele-tele. Ia bahkan menyarankan pemerintah tidak perlu dikasih waktu berbicara, karena semua persoalan sudah jelas tersiar lewat media massa.

“Saya ingin tanggung jawab pemerintah. Ini bentuk kelalaian pemerintah, bukan hanya melanggar Undang-undang kesehatan tapi juga konstitusi,” lontarnya.

“Melihat fenomena ini, saya khawatir negara lain bisa seenaknya memasukkan vaksin bahkan virus berbahaya ke Indonesia. Tolong dicatat,” tegasnya.

Saleh juga meminta pemerintah menjawab jelas semua pertanyaan anggota DPR. Saleh mengaku tidak puas dengan jawaban Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, lewat media sosial twitter. Di sana Menkes meminta masyarakat tidak resah. Selain itu Menkes menyebut peredaran vaksin palsu di DKI dan Jawa Barat hanya 1 persen.

“Pemerintah jangan sepelekan masalah. Bagaimana kalau 1 persen itu membuat banyak anak meninggal dunia? Itu jawaban tidak tepat,” tegasnya.***