JAKARTA- Tata kelola Mahkamah Agung (MA) terus disorot. Selain skandal korupsi di berbagai tempat, juga pemerataan pembangunan rumah dinas di berbagai daerah. Banyak hakim di daerah gelisah. Salah satu yang disorot adalah rumah pribadi Sekretaris MA Nurhadi di bilangan Hang Lekir, Jakarta Selatan. Rumah mewah itu digeledah KPK pada 21 April 2016 dan mendapati sejumlah dokumen dan uang. Yang mengherankan, KPK juga mendapati segepok uang yang disimpan di kloset toilet kamar pribadinya. Total uang yang diamankan KPK sebesar Rp1,7 miliar.

"Uang pribadi. Sudah saya klarifikasi itu, iya, sudah saya klarifikasi," ucap Nurhadi usai menjalani pemeriksaan di KPK pada 15 Juni 2016.

Hal itu membuat kaget masyarakat, termasuk internal pengadilan. Sebab banyak rumah dinas hakim dibiarkan terlantar oleh MA. Tidak sedikit yang sudah tidak bisa ditinggali lagi. Seperti terlihat di rumah dinas hakim Pengadilan Negeri (PN) Muaro, Sumatera Barat.

Rumah dinas itu sangat sederhana. Sebuah toilet jongkok berada di kamar kecil ukuran 1 x 0,8 meter. Lantai diplester semen dengan pintu kecil. Sebuah ember merah berada di pojokan bersebelahan dengan toilet. Kondisi ini bak WC umum di sepanjang jalur pantura Jawa.

"Saya masuk ke sini pada Desember 2011. Rumah ini sempat kosong 9 bulanan, jadi saya renovasi sendiri dengan uang pribadi. Padahal ini rumah negara," ujar penghuni rumah dinas, hakim Rifai pada 2013.

Bak kamar mandi dibuat dari semen, tanpa keramik. Bagian bawah dicat warna biru, sedangkan dindingnya berwarna putih kusam.

Rumah negara itu berada tidak jauh dari LP Muaro. Rumah dibiarkan tanpa pagar dengan atap dari seng. Pintu bagian bawah rusak dan ditambal dengan seng. Kayu pintu dan jendela lapuk dimakan usia tanpa perawatan. Tegel dari ubin semen.

Adapun langit-langit dari triplek sudah rusak di sana-sini. Di dalam rumah tersebut ada dua kamar tidur, tetapi Rifai hanya menggunakan satu kamar buat dia merebahkan badan.

Kondisi tersebut masih bertahan hingga hari ini. Selain di PN Muaro, masih banyak rumah dinas bernasib serupa.

Mirisnya pembangunan di bawah satu atap Mahkamah Agung (MA) juga dilontarkan oleh Ketua PTUN Mataram, Elvita Mawulan Akyati. Di depan anggota Komisi III DPR pada Mei 2016, Elvita menceritakan banyak hakim yang mengontrak tidak mendapatkan rumah dinas.

Dengan tidak adanya rumah dinas, maka penghasilan mereka acapkali habis untuk keperluan pindah tugas dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya. Jika pun ada yang mendapatkan rumah dinas, masih banyak yang belum layak, baik dari segi jumlah maupun kenyamanan.

"Rumah dinas kami di perkampungan, di mana sapi bebas berkelana dan meninggalkan kotoran di mana-mana," ujar Elvita.

Atas ketimpangan pembangunan itu, wartawan telah berulang kali meminta penjelasan kepada Sekretaris MA Nurhadi, tetapi Nurhadi terus menghindar. Seperti usai mengikuti rapat dengan DPR, Nurhadi buru-buru meninggalkan ruang pimpinan lewat tangga darurat dengan dikawal ajudan berbadan tegap. Nurhadi tidak menjawab satu pun pertanyaan awak media. Dia langsung masuk ke mobil Alphard putih B 1125 SJP. ***