JAKARTA- Terdakwa tindak pidana korupsi dan pencucian uang, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, divonis 6 tahun bui dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun.

"Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sebagaimana diatur dalam dakwaan kesatu, kedua primer dan ketiga," kata Ketua majelis hakim Ibnu Basuki Widodo saat membacakan putusan di ruang Cakra 2 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 15 Juni 2016.

Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa tindak pidana korupsi. Sebelumnya, jaksa menuntut Nazaruddin dijatuhi hukuman penjara 7 tahun dan denda sebanyak Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara atas perbuatan pencucian uang. Selain itu, jaksa juga menuntut harta milik Nazaruddin sekitar Rp 600 miliar dirampas untuk negara.

Hal-hal yang meringankan terdakwa, menurut Ibnu, bahwa Nazaruddin mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya. Ia juga memiliki keluarga dan berstatus sebagai justice collaborator. Sementara hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi dan hasil korupsi cukup banyak.

Nazaruddin terbukti bersalah menerima hadiah dari PT Nindya Karya berupa uang tunai sekitar Rp 17 miliar dan dari PT Duta Graha Indah (DGI) berupa 19 lembar cek yang seluruhnya bernilai sekitar Rp 23 miliar.

Dalam perkara ini Nazaruddin dipidana sesuai dengan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Nazaruddin juga terbukti mencuci uang hasil suap tersebut. Ia mencuci uang dengan mengalihkan hartanya senilai Rp 500 miliar sejak Oktober 2010 hingga 15 Desember 2014. Selain itu, dia juga menyamarkan harta kekayaannya sebesar Rp 80 miliar pada 15 September 2009 hingga 22 Oktober 2010.

Ibnu menyatakan Nazaruddin telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, dan menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaannya.

Atas perbuatannya, ia dikenai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Terakhir, Nazaruddin terbukti melakukan perbuatan dengan sengaja menempatkan hartanya ke penyedia jasa keuangan, membayarkan atau membelanjakan hartanya, dan menitipkannya dengan maksud yang sama seperti disebutkan dalam dakwaan kedua.

Nazaruddin dikenai pidana dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a, c, dan e Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. ***