JAKARTA- Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi-JK. Kritik tersebut disampaikan SBY dalam Refleksi Ramadan Partai Demokrat Tentang Kehidupan Nasional Saat Ini.

Ada tujuh kebijakan Jokowi-JK yang dikritik SBY. Pertama, tentang situasi perekonomian nasional saat ini.

"Partai Demokrat melihat ada persoalan besar dalam APBN kita di tahun 2016 ini. Jika tidak segera diatasi dan dicarikan solusinya, sangat bisa kita mengalami gagal fiskal. Cegah defisit yang melebihi batasannya agar secara makro ekonomi kita tidak divonis sebagai tidak sehat, apalagi sakit. Hati-hati pula dalam menutup defisit. Jalan mudah dan pintas dengan cara menambah utang baru bukanlah solusi yang baik. Apalagi, dalam waktu kurang dari 2 tahun ini rasio utang terhadap PDB (debt-to-GDP ratio) meningkat relatif tajam. Menghitung penerimaan negara dengan memasukkan perolehan dari pengampunan pajak juga sebuah asumsi yang rapuh. Pemotongan anggaran, sepanjang jumlahnya tepat dan bukan pada sektor yang akan membawa dampak negatif pada kehidupan rakyat adalah sebuah alternatif yang bisa dilakukan," papar SBY dalam rilis persnya yang diterima INILAHCOM, Jumat (10/6/2016).

Isu kedua tentang kondisi sosial-ekonomi rakyat, terutama kalangan bawah, atas lemahnya perekomian saat ini. Presiden RI Keenam ini menuturkan, kelompok ekonomi lemah saat ini memang memiliki kesulitan dalam mencukup kebutuhan sehari-harinya, karena daya beli yang menurun. Secara statistik, terjadi penurunan pendapatan per orang dari tahun 2014 ke tahun 2015 yang lalu sebesar Rp 2.150.000,-. Tahun 2016 ini bisa lebih rendah lagi. Sementara, di lapangan tercermin juga menurun tajamnya pembelanjaan masyarakat (household consumption). Itulah sebabnya ketika terjadi lonjakan harga daging sapi dan gula, rakyat menjerit karena memang berat bagi mereka. Disamping lemahnya daya beli, meskipun angka pengangguran berkurang, mencari lapangan pekerjaan juga tidak mudah ketika perusahaan-perusahaan melakukan PHK dan tidak membuka lapangan kerja baru.

"Isu ketiga adalah berkaitan dengan keadilan dan penegakan hukum. Rakyat akan bersuka cita dan merasa mendapatkan rasa keadilan jika penegakan hukum di negeri ini, termasuk pemberantasan korupsi, dilaksanakan secara tegas, adil, tidak pandang bulu dan transparan. Terus terang Partai Demokrat melihat bahwa ketegasan, keadilan, tindakan tidak tebang pilih dan bahkan transparansi ini nampak menurun. Rakyat melihat ada tangan-tangan tidak kentara (the invisible hand) yang membuat penegakan hukum kita nampak merosot. Ingat, para penegak hukum memiliki kedaulatan yang penuh. Hukum sebagai panglima dan bukan politik, atau kekuasaan. Mestinya para pemegang kekuasaan takut kepada KPK dan penegak hukum lainnya ~ takut dalam arti jangan sampai melakukan korupsi ~ dan bukan penegak hukum yang justru takut kepada kekuasaan," paparnya.

Isu yang keempat adalah tentang kedaulatan partai politik dan isu intervensi pemerintah. Isu yang kelima adalah berkaitan dengan posisi TNI & Polri dalam kehidupan nasional. "Mencermati perkembangan situasi akhir-akhir ini, Partai Demokrat mengingatkan agar para pemimpin di jajaran TNI & Polri menjaga semangat reformasinya dan tidak lagi tergoda, atau mau ditarik-tarik ke wilayah politik praktis atau politik kekuasaan. Partai Demokrat juga mengamati akhir-akhir ini banyak aktivitas TNI yang dinilai keluar dari fungsi dan tugas pokoknya," kata SBY.

"Yang keenam adalah berkaitan dengan isu gerakan komunisme di Indonesia dan potensi terjadinya konflik horizontal. Mencermati perkembangan situasi di masyarakat luas, baik yang ada di media sosial maupun secara fisik di lapangan, Partai Demokrat cemas jika isu ini menjadi "bola liar" yang berujung pada terjadinya konflik bahkan benturan fisik secara horizontal. Oleh karena itu, disamping Partai Demokrat berharap agar pihak-pihak yang kini saling berhadapan bisa menahan diri, pemerintah tidak boleh pada posisi yang membiarkan. Sikap Kepala Negara dan Pemerintah harus jelas, jangan menimbulkan kebingungan, spekulasi dan bahkan persepsi yang keliru. Isu yang terkahir, atau ketujuh, adalah berkaitan dengan peran pers dan media masa dalam kehidupan politik dewasa ini," tandasnya. ***