JAKARTA - Gubernur Lemhannas Letjen (Purn) Agus Widjojo mengatakan, dirinya mendukung diadakannya simposium 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi lain', yang digelar di Balai Kartini, Rabu (1/6/2016) hari ini.

Ditemui di sela-sela acara, dirinya mengatakan bahwa simposium sebelumnya yang digelar di Hotel Aryaduta pada pertengahan Maret 2016 lalu, hanyalah sebuah upaya untuk membuka sisi lain PKI sebelum era 1965.

"Kita harus tahu sejarah. Simposium itu ingin membuka tragedi 1965, jangan diartikan tentang itu saja. Sisi sebelum 1965 apa yang diperbuat PKI. 1948 mereka lakukan pemberontakan massal," ujar Agus saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (1/6).

Agus mengatakan, sebelum era 1965 itu sebenarnya tangan PKI juga berdarah, tepatnya pada peristiwa 1948. Oleh karenanya, lanjut Agus, melalui simposium tersebut pihaknya hanya ingin membuka fakta bahwa PKI itu juga tidak terlalu bersih sebagai salah satu aktor sejarah.

"Tangan PKI juga berdarah, ini yang kita bukakan. Ini yang jarang dipahami oleh generasi pasca 1965. PKI juga lakukan kekerasan," ujarnya.

Agus mengatakan, sebenarnya PKI adalah partai yang memaksakan ideologinya secara sepihak, melalui isu penggarapan tanah hingga kerap berseteru dengan TNI. Hal ini bahkan memicu salah satu peristiwa sejarah di Bandar Betsi, yang menimbulkan korban dari pihak militer.

"PKI bandel lagi, mereka paksakan ideologinya melalui aksi sepihak terhadap penggarap tanah waktu itu. TNI bahkan sampai ada korban di peristiwa Bandar Betsi tersebut," ujarnya.

Hingga pada akhirnya, lanjut Agus, insiden tersebut memunculkan trauma dan membuat PKI dianggap sebagai bahaya laten bagi negara, terutama oleh TNI AD.

"Ini jadi trauma sehingga muncul bahaya laten. Ini memang bersumber dari catatan sejarah. Lawan PKI itu AD. Secara konsisten PKI pakai kekerasan untuk tawarkan ideologinya," pungkasnya.***