JAKARTA - Aparat gabungan mengamankan pemilik toko yang menjual kaos bergambar palu dan arit. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menjelaskan soal aturan terhadap logo yang identik PKI itu.

Menurut Badrodin, mempublikasi logo palu arit sama dengan melakukan penyebaran paham yang dilarang oleh negara. Itu diatur dalam UU nomor 27 tahun 1999 yang merupakan perubahan dari Pasal 107 KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.

"Nah itu kan masih berlaku. Jadi termasuk orang yang mengajarkan, mengeksposekan paham-paham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme (KML), itu bisa. Sekarang kalau kamu lihat lambang palu arit apa pandanganmu?" ungkap Badrodin.

Hal tersebut disampaikannya di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus, Senin (9/5/2016). Penyebaran gambar palu arit dinilai Badrodin sebagai bagian dari sosialisasi dari paham-paham tersebut.

"Kita akan coba terapkan undang-undang itu," ucapnya singkat.

Apakah berarti jika ada lambang palu arit, seseorang atau pihak tertentu bisa dipidanakan?

"Ya kita lihat, tergantung di mana karena itu ada persyaratan di tempat umum, melawan hukum, melalui media, ada melalui lisan-tertulis, itu bisa," jawab Badrodin.

Soal pidana bagi pihak yang melanggar UU itu, ada dua kategorinya. Jika gambar atau pembahasan pada akhirnya menyebabkan kerusuhan, maka tersangka bisa dikenakan hukuman 20 tahun penjara. Namun jika tidak, hukumannya 15 tahun bui.

"Makanya jangan main-main. (Itu masalah) serius. Baca saja UU itu," tegas jenderal bintang empat tersebut.

Sementara itu mengenai pembahasan ideologi KLM jika dilakukan dalam koridor formal atau legal, menurut Badrodin, masih dapat diperbolehkan.

"Sekarang tujuannya apa. Kalau, itu kan tadi ada di tempat umum. Kalau dipublikasikan di media kemudian ada unsur supaya melawan hukum, artinya tidak ada izinnya kan berarti melawan hukum, bisa saja. Sepanjang unsur dalam pasal dipenuhi ya itu bisa diterapkan," bebernya.

"Ada yang dilegalkan misalnya kalau ada rapat itu misalnya diskusi ada izinnya. Kan kita bahas dulu. Itu menyebarkan atau mengembangkan ajaran KML. Jadi kalau kamu lihat palu arit apa yang ada di benak kamu?" tambah Badrodin.

Tempat yang boleh menjadi sarana diskusi atau diizinkan untuk menunjukkan lambang palu arit disebutnya misalkan dalam sesi kuliah. Sebab itu disebut Badrodin dalam kapasitas akademik.

"Kalau di kampus kan bebas, kan enggak ada masalahnya, boleh saja. Untuk keperluan akademik kan dibahas di situ boleh. Tapi kalau mengadakan simposium di hotel, tidak ada izinnya, ya (tidak boleh)," tutur dia.

Beberapa pihak menilai reaksi aparat cukup berlebihan soal lambang palu arit ini. Namun Polri menilai bahwa hal tersebut merupakan permasalahan serius dan harus ditangani dengan serius jika ditemukan untuk dikonfirmasi apakah ada unsur penyebaran paham komunisme di baliknya. Termasuk dalam hal gambar pada budaya pop, seperti kaos band yang dijual di sejumlah toko.

"UU itu kan produk reformasi, kan tahun '99. Persoalannya kalau kamu lihat palu arit apa yang dibayangkan? (Memang) belum tentu (PKI atau komunisme) makanya yang menentukan kan ahli nanti," tutup Badrodin. (dtc)