JAKARTA - Informasi bergalau pasca dibebaskannya sepuluh WNI dari kelompok Abu Sayyaf tidak hanya tentang banyaknya pihak yang mengklaim berperan dalam pembebasan tersebut, tapi juga tentang benar-tidaknya pembebasan tersebut murni hasil negosiasi, tanpa tebusan sepeser pun.

Pemerintah bersikukuh bahwa pembebasan 10 WNI itu murni hasil negosiasi diplomasi. Tapi pengamat dan mantan aktivis radikal, Ali Fauzi Manzi, mengungkapkan hal yang berkebalikan. "Pembebasan murni itu tidak ada. Tapi kalau mengurangi jumlah (uang tebusan) itu, ya," katanya, seperti dikutif Goriau.com dari VIVA.co.id.

Ali Fauzi mengungkapkan itu berdasarkan cerita dari informan yang dipakai pemerintah pada misi pembebasan 10 eks sandera kelompok Abu Sayyaf. Ia menyebut, informan itu dengan sebutan 'kawan saya'. Ia menyebutkan uang tebusan yang diberikan pemerintah kepada Abu Sayyaf separuh dari nilai semula diminta.

"Awalnya (Abu Sayyaf) kan minta sekitar Rp14 miliar, ya antara Rp6-7 miliar lah mereka sudah menerima," kata bekas aktivis Jamaah Islamiyah (JI) yang pernah bersentuhan dengan Abu Sayyaf saat berlatih militer di kamp Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Mindanao, Filipina, pada tahun 1990an dan tahun 2002-2005 itu.

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pembebasan sandera, lanjut Ali Fauzi, ialah paham keagamaan dan ideologi yang dianut kelompok Abu Sayyaf pimpinan Rodulan Sahiron. "Kultur dan ideologi kelompok penyandera ini lebih moderat dan bertimbang rasa. Berbeda dengan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Isnilon Hapilon," kata dia.

Mantan teroris yang juga instruktur bom JI Wakalah Jawa Timur itu menjelaskan, secara garis besar kelompok ekstrem Abu Sayyaf terbagi dua. Yakni kelompok Selatan dan Utara. Kelompok selatan mendominasi wilayah Zamboanga bagian selatan, seperti Tawi-tawi dan lainnya. "Grup ini dipimpin Rodulan Sahiron," ucapnya.

Sedangkan Abu Sayyaf kelompok utara mendominasi wilayah Zamboanga bagian utara dan Basilan. Kelompok ini dipimpin Isnilon Hapilon dan sudah dipengaruhi ideologi Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS). "Saya yakin kalau (10 WNI) disandera kelompok Isnilon Hapilon, akan sangat sulit membebaskannya," kata Ali Fauzi.

Seperti diketahui, pemerintah berhasil membebaskan 10 WNI anak buah kapal Brahma 12 dari cengkeraman kelompok ekstrem di Filipina Selatan, Abu Sayyaf, pada 1 Mei 2016 lalu. Mereka disandera oleh Abu Sayyaf saat berlayar di Perairan Mindanao, Filipina, pada 26 Maret 2016. Kini semua korban sandera sudah berada di tengah keluarga masing-masing.***