ANKARA – Beberapa negara seperti Inggris, Skotlandia, Swedia, Norwegia, dan yang terbaru Kanada, telah mengizinkan para polisi wanita (polwan) yang beragama Islam untuk mengenakan hijab atau jilbab selama bertugas. Langkah tersebut kini diikuti oleh Turki. “Perempuan yang bekerja di Kepolisian diperbolehkan mengenakan jilbab selama warna kainnya sama dengan topi atau seragam mereka,” bunyi pengumuman tersebut, seperti dimuat Al Araby, Minggu (28/8/2016).

Turki dikenal sebagai negara sekuler ketika didirikan oleh Mustafa Kemal Ataturk pada 1923. Sejak itu, simbol-simbol yang menunjukkan agama tertentu dilarang di Turki, termasuk jilbab.

Pencabutan larangan tersebut diperjuangkan oleh Partai AKP yang berakar pada Islam. Perjuangan partai pimpinan Presiden Erdogan itu menemui hasilnya pada 2010.

Pemerintah mencabut larangan penggunaan jilbab di lingkungan universitas di seluruh Turki.

Dengan begitu, para pelajar perempuan diperkenankan memakai jilbab sejak 2013. Oposisi menuduh Presiden Erdogan mengkhianati pilar sekularisme yang menjadi dasar berdirinya Turki oleh Mustafa Kemal Ataturk.

Namun, media-media pro-pemerintah menjadikan tren di sejumlah kepolisian negara-negara Barat sebagai rujukan aturan baru tersebut.