MANILA - Perang melawan narkoba yang digencarkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte tidak hanya menewaskan para bandar narkoba, namun juga merenggut nyawa Danica May Garcia, bocah perempuan berusia 5 tahun.

Seperti dilaporkan Washington Post Sabtu (27/8), bocah perempuan itu tewas ditembak sekelompok pengendara sepeda motor yang memberondong rumahnya di Kota Dagupan dengan peluru. Serangan itu dilakukan lima hari lalu. Danica tewas seketika karena tertembak di bagian kepala.

Saksi mata menyatakan ciri-ciri pelaku penembakan menyerupai pasukan baju preman kepolisian. Para milisi berbaju sipil itu kemungkinan kuat menyasar Maximo Garcia (53), ayah kandung Danica.

Garcia disebut-sebut masuk daftar polisi sebagai warga yang terlibat bisnis narkoba. Sebelum penembakan terjadi, pria pengangguran itu lebih dulu menyerahkan diri ke polisi. Namun nyatanya penembakan masih terjadi tanpa motif yang jelas.

"Hal ini sangat menyakitkan. Untuk apa gadis kecil itu mati," kata Gemma Garcia, ibu dari Danica. "Saya akan merindukan tawanya di rumah ini."

Gemma tidak percaya suaminya terlibat bisnis narkoba. Nama suaminya masuk daftar incaran polisi atas informasi keliru dari tetangga yang menjadi informan. Faktanya Garcia terserang stroke tiga tahun lalu, membuatnya terpaksa pensiun sebagai pengayuh becak.

Hingga berita ini dilansir, pemerintah Filipina terus menggalakkan pembunuhan massal tanpa pengadilan terhadap pengedar maupun pecandu narkoba. Sejak Duterte menjabat tiga bulan terakhir, lebih dari 1.900 orang tewas ditembak begitu saja di jalanan.

Polisi mengklaim "hanya" menembak mati 700-an orang, sisanya tidak diketahui ulah kelompok mana. Karena takut menjadi korban penembakan misterius, 700 ribu pecandu narkoba dan pengedar kelas teri menyerahkan diri ke polisi.

Awalnya kebijakan sapu bersih narkoba ini mendapat dukungan mayoritas rakyat Filipina. Belakangan, setelah angka kematian terus meningkat serta banyak kasus menuai kejanggalan, beberapa pihak mulai berani mengkritik Duterte.

Pegiat HAM, gereja Katolik, serta keluarga korban penembakan menuntut pemerintah Filipina bertanggung jawab atas pembunuhan massal dalam rangka perang melawan narkoba ini.***