JAKARTA - Perempuan, khususnya kaum ibu dan anak-anak di Jalur Gaza, Palestina, menghadapi kehidupan yang cukup berat. Tak sedikit korban yang berjatuhan berasal dari kalangan perempuan dan ibu, baik karena serangan senjata maupun karena minim dan sulitnya akses kesehatan. Demikian pengakuan Widyan Sha'at, perempuan asal Palestina, ketika bercerita pada acara diskusi bertajuk Women and Children in Gaza Palestine pada Rabu (20/7/2016) yang ditaja Pengurus Besar (PB) Wanita Al Irsyad bekerja sama dengan MER-C.

Pada acara yang berlangsung di Masjid Abu Bakar Ash Shiddiq, Jakarta Timur ini, Widyan Sha’at bercerita tentang kondisi perempuan dan anak-anak yang hidup di Jalur Gaza, Palestina.

Menurut Widyan, ketidakberdayaan para ibu kerap menempatkan mereka dalam posisi yang sulit. ''Kami memiliki anak-anak yang harus dijaga tapi dalam kondisi tertentu kami tidak mampu menjaga mereka semuanya. Kami bahkan tidak bisa menyelamatkan beberapa dari mereka dari serangan tentara Israel,'' ungkap Widyan.

Kendati hidup penuh ancaman di tengah bombardir tentara Israel, Widyan mengatakan, kaum ibu selalu berupaya menjaga ketaatan dan aqidah mereka. Mengingat serangan bisa datang kapan saja dan dekatnya kematian, kaum perempuan tidak pernah melepaskan hijab atau abaya mereka, bahkan ketika tidur.

''Kalaupun mati, kami ingin mati dalam keadaan aurat yang tertutup,'' kata Widyan yang saat ini berdomisili di Malaysia.

Selain itu, para ibu juga selalu memberikan pendidikan kepada anak mereka tentang kewajiban seorang Muslim menjaga situs suci masjid Al Aqsa. Ibu-ibu menanamkan kepada anak-anak mereka menjaga Al Aqsa adalah suatu kehormatan dan wujud cinta kepada Allah.

Menurut Widyan, meski hidup di tengah gempuran tentara Israel, rakyat Gaza selalu merasakan kedamaian di dalam hati karena iman mereka kepada Allah. ''Kami yakin Allah telah menjanjikan surga bagi orang-orang yang membela Al Aqsa,'' ujar Widyan.***