DONGGANG - Sejumlah nelayan asal Indonesia mendirikan madrasah diniyah di Taiwan selatan untuk memberikan bekal pengetahuan agama Islam kepada rekan seprofesi mereka. "Alhamdulillah, kami sudah bisa buka dua kelas," kata Waslul Mubarok, salah satu pendiri madrasah tersebut saat ditemui di Pelabuhan Perikanan Donggang, Kabupaten Pingtung, Taiwan, Selasa (12/7/2016).

Hati nelayan asal Desa Sawojajar Kebedengan, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah itu tergerak oleh perjuangan Muhsin, pendahulunya di Donggang yang mengajari ilmu-ilmu agama para nelayan dari satu kapal ke kapal lain.

"Dulu para nelayan bisa mengaji karena Pak Muhsin. Sekarang perjuangan beliau saya teruskan," katanya didampingi Sekretaris Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI) Donggang, Dian Sidik Ramadani.

Berbekal pengalaman sebagai pengajar di Madrasah Diniyah Al Awaliyah Mubtadi'in yang didirikan ayahnya di Desa Wanasari, Mubarok mulai merintis madrasah diniyah di Taiwan sejak delapan bulan silam. Madrasah Diniyah Buruh Migran Indonesia Miftahul Ulum menempati masjid yang berada di lantai dua penampungan nelayan Pelabuhan Donggang.

Kegiatan belajar dan mengajar madrasah itu digelar selepas Isya atau sekitar pukul 20.00 waktu setempat setelah para nelayan selesai melakukan aktivitasnya di sekitar perairan Selat Taiwan dan Samudera Pasifik itu. Sebanyak 14 murid kelas satu Ibtidaiyah mendapatkan pelajaran Akidah Akhlak, Imlak, dan kaligrafi Arab. Sedangkan 10 murid kelas dua dibekali pelajaran Nahwu, Sharaf, Hadist, dan Fikih di samping Akidah Akhlak.

"Madrasah ini sangat membantu kami dalam memahami ajaran Islam. Di kampung halaman, kami tidak sempat belajar seperti ini," kata Soni, murid kelas dua, yang usianya sudah kepala empat itu.

Pria yang menjadi salah satu personel Satuan Tugas Tenaga Kerja Indonesia khusus pelaut di wilayah Taiwan selatan itu berjanji mengupayakan madrasah tersebut tetap ada, meskipun para nelayan silih berganti pulang karena habisnya masa kontrak tiga tahunan.

Sampai saat ini di Pelabuhan Donggang terdapat sedikitnya 1.500 nelayan asal Indonesia yang bekerja di sejumlah kapal pencari ikan berbendera Taiwan.

Keberadaan para nelayan asal Indonesia disambut positif warga sekitar. "Nelayan-nelayan Indonesia itu sangat baik. Jauh lebih baik dibandingkan nelayan dari Vietnam. Mungkin karena nelayan Indonesia tidak suka mabuk-mabukan dan tidak makan babi," kata Ashi, warga Donggang yang tempat tinggalnya hanya beberapa meter dari penampungan nelayan.***