PHNOM PENH - Tak dipungkiri, di Indonesia tak sedikit oknum pejabat militer atau kepolisian yang memperlakukan petugas polisi lalu lintas (polantas) dengan kasar meskipun sudah jelas-jelas melanggar aturan lalu lintas. Nah, seharusnya apa yang dialami seorang jenderal ini pantas untuk dicontoh.

Perdana Menteri Kamboja Samdech Techo Hun Sen pada Kamis (30/6/2016) mencopot jabatan Letnan Jenderal Mam Srim Vanna karena menghina seorang polantas dan menolak ditilang oleh polisi tersebut.

Namun pada hari yang sama, Hun Sen kemudian mengembalikan Mam Srim Vanna ke jabatannya semula, yaitu Wakil Direktur Jenderal Departemen Imigrasi.

Hun Sen pada Kamis pagi sudah menandatangani perintah mencopot Vanna dari posisinya setelah pejabat tersebut menghina seorang polisi lalu lintas ketika keduanya berdebat soal pelanggaran hukum.

''Untuk memberikan kesempatan kepada pejabat tersebut (Letjen Vanna), yang telah melayani negara dengan penuh pengabdian dan telah mengakui kesalahannya, saya memutuskan membatalkan perintah yang saya tandatangani pagi ini menyangkut kasus Jenderal Mam Srim Vanna,'' kata perdana menteri di laman Facebooknya.

Jabatan Letjen Vanna dikembalikan lagi setelah ia pada Kamis bertemu dengan polisi lalu lintas yang dihinanya dan menyampaikan permohonan maaf kepada petugas kepolisian tersebut.

Vanna terlibat argumentasi dengan sang Polantas ketika ia melanggar lampu merah saat menyetir mobil di Phnom Penh pada Senin dan menolak ditilang polisi tersebut, demikian menurut cuplikan video yang diunggah di media sosial.

Sang jenderal menghina dengan menyebut polantas tersebut sebagai ''Polisi lalu lintas Ar''. Ar adalah kata hinaan untuk menyebut anak-anak atau anak muda.

Hun Sen menegaskan pemakaian kata itu tidak hanya menghina bawahan tapi juga berarti memandang rendah keseluruhan unit polisi lalu lintas.***