PEKANBARU    - Menuntut ilmu tak kenal usia. Seperti nenek berusia 74 tahun ini. Meski usia sudah senja, toh dia tetap melanjutkan sekolahnya di tingkat SMA. ''Mengapa beberapa perempuan tua seperti anda ingin menjadi seorang seniman?'' Noelene Ferguson tertawa ketika ia mengenang perkataan cucunya ketika ia mengatakan akan mempelajari seni di bangku akhir SMA.

Namun usia tak menghalangi nenek asal Naracoorte berusia 74 tahun ini, yang tahun ini akan lulus dari bangku SMA dan menyelesaikan Sertifikat Pendidikan Australia Selatan, 57 tahun setelah masa sekolah terakhirnya.

''Saya rasa banyak orang berpikir saya gila. Ketika saya pensiun, saya tak ingin duduk di depan televisi dan tak melakukan apa-apa sepanjang hari. Ini untuk kebutuhan akan prestasi. Jika orang-orang muda yang rupawan ini bisa melakukannya, kenapa saya tidak?'' ujar Neolene sembari bau cat baru dari kelas seni tercium dari tubuhnya.

''Dalam beberapa hal, saya adalah nenek yang tak mereka miliki. Saya kira itu seperti menyadari orang tua itu normal dan anda bisa berteman dengan mereka,'' tutur Neolene.

Cinta Noelene pada seni membawanya ke Pusat Studi Mandiri Naracoorte tiga tahun lalu dan ia menemukan temannya sesama siswa, semua remaja dan berusia 20 tahunan, sedikit tak yakin tentang keberadaan perempuan tua ini di tengah-tengah mereka.

''Ketika saya pertama kali mulai dan berjalan ke dalam kelas, mereka semua pindah ke samping dan saya ditinggalkan duduk di sana. Itu jelas bagi saya mereka tak ingin saya berada di dekat mereka,'' ceritanya.

Neolene kembali mengisahkan, ''Butuh waktu hampir tiga bulan, kemudian suatu hari saya masuk kelas dan salah satu siswa laki-laki berkata, 'Oh hai Noelsy, sini duduk dengan saya'. Dan saya berpikir, ya, sekarang saya salah satu dari mereka!.''

Sekarang Noelene dianggap cukup populer, selalu ada untuk mendengarkan kisah teman-temannya atau berbagi kata-kata penyemangat. ''Saya yakin, beberapa dari mereka melihat saya sebagai hal yang baru,'' katanya.

Meskipun ia sempat bekerja di tengah-tengah siswa sebagai staf sekolah di SMA Naracoorte selama 35 tahun, Noelene harus mengejar gaya hidup teman-teman sekelasnya yang masih muda.

''Apakah kita sudah berteman di Facebook? Kirimi saya permintaan untuk jadi teman nanti,'' tanyanya kepada siswa berusia 17 tahun, Cody-Lee sebelum kelas dimulai.

Belajar kehidupan di usia 70-an

Dibanding saat ia masih muda, ketika Noelene mengenakan seragam formal dan diajar oleh sekelompok biarawati berwajah tegas di Sekolah St Malachys di Edenhope, pada tahun 1950-an, kehidupan kelas masa kini telah berubah secara dramatis.

''Ini sangat santai. Tak ada yang berteriak pada saya dan tak ada yang memberitahu saya untuk berhenti bicara,'' ujarnya.

Gaya mengajar lama yang otoriter tak hanya telah hilang, tapi hukuman fisik dalam bentuk tongkat atau penggaris kayu juga telah ditinggalkan. ''Suster Mary Rose mengajari saya piano dan jari-jari saya selalu sakit tiap akhir pelajaran piano,'' ingatnya tergelak.

Kini, manajer kampus Tammy Schinkel mengatakan, satu-satunya hukuman yang diberikan kepada siswa adalah bentuk konsekuensi -jika Anda tak mengerjakan tugas, Anda tak akan lulus.

''Saya sebaiknya lulus. Saya sudah terlalu banyak bilang ke orang-orang, saya akan melakukannya. Saya tak punya banyak disiplin diri. Saya menunda dan saya perlu tenggat waktu. Saya akan melakukan banyak dalam dua minggu terakhir,'' tutur Noelene.

Untuk menggambarkan rutinitas belajar sehari-hari baginya, Noelene punya satu kata. ''Berat. Saya bukan murid yang baik," ia tertawa dan kemudian berbisik. Tapi begitu pula anak-anak saya.''

Memberitahu keluarga

Reaksi keluarganya atas rencana Noelene untuk kembali ke sekolah cukup bisa diterima. ''Saya punya seorang putri di Perth dan seorang putra di Melbourne dan mereka pikir itu hebat, mereka sangat bersemangat untuk saya,'' sebutnya.

Tapi cucu-cucunya sulit untuk memahami. ''Cucu saya di Perth tak bisa mengerti mengapa saya bersekolah lagi jika saya tak harus begitu,'' candanya.

Salah satu hal yang Noelene pelajari tentang kembali bersekolah sebagai orang dewasa adalah anda harus keluar dari zona nyaman.

''Kami belajar multimedia saat ini. Saya tak bisa mengatakan bahwa itu gaya seni favorit saya, tapi saya belajar,'' akunya.

''Saya tak akan menjadi salah satu dari orang-orang yang bisa menetapkan harga 1.000 dolar (atau setara Rp 10 juta) untuk lukisan saya, tapi saya tak peduli. Ini kenikmatan saya dan saya menikmatinya,'' ungkap Noelene.

Terlepas dari itu semua, bonus tak terduga yang berasal dari keputusannya untuk kembali ke sekolah adalah bahwa, di usia tujuh puluhan, Noelene mengatakan ia berhasil mengejutkan dirinya sendiri.

''Jika seseorang mengatakan kepada saya tiga tahun lalu bahwa saya harus kembali duduk di bangku kelas 3 SMA, saya akan mengatakan 'tidak akan','' tuturnya.

Setelah ijazah SMA ditangan, akankah ia menimbang universitas?.

a berujar, ''Saya tak akan bilang itu tak mungkin. Ini menjadi pengalaman hebat bagi saya. Saya akan mendorong siapapun yang mendapat kesempatan, untuk mengejar dan menjalani pengalaman seperti ini. Tapi pada akhirnya, saya mungkin mau belajar.''

''Mungkin bisa menjadi panduan setelahnya,'' imbuh Noelene.***