WASHINGTON - Pangeran Arab Saudi, Turki al Faisal, bersikeras negaranya harus memiliki senjata nuklir juga jika Iran membuat bom nuklir. Pangeran al Faisal adalah mantan Kepala Intelijen Saudi. Dia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Saudi untuk Amerika Serikat (AS).

Pernyataan Pangeran Al-Faisal soal sikap Saudi terkait kekhawatiran Iran membuat bom nuklir itu muncul saat dia berdebat dengan mantan penasihat keamanan nasional Perdana Menteri Israel, Mayor Jenderal (Purn) Yaakov Amidror di Washington, AS. Debat itu digelar The Washington Institute for Near East Policy.

Mantan pejabat Saudi dan Iran ini kompak menentang jika Iran membuat bom nuklir. Menurut Pangeran al Faisal, semua opsi Saudi berada di atas meja jika Iran bergerak ke arah pembuatan bom nuklir.

”Termasuk mengakuisisi senjata nuklir, untuk menghadapi kemungkinan apa pun yang mungkin datang dari Iran,” kata Al-Faisal, mencontohkan salah satu opsi Saudi, seperti dikutip CNN, Sabtu (7/5/2016).

Saudi sendiri sejatinya merupakan pihak yang ikut dalam perjanjian nonproliferasi nuklir. Menurut al Faisal, Saudi tetap konsisten menekankan perlunya Timur Tengah menjadi zona bebas senjata pemusnah massal.

Sementara itu, Amidror memprediksi bahwa Iran akan bergerak untuk membuat sebuah bom nuklir menjelang akhir perjanjian nuklir yang disepakati Iran dengan enam kekuatan dunia (Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, Prancis dan Jerman).

”Pada prinsipnya, Iran bisa pergi (mendapatkan senjata) nuklir dan dari sudut pandang Israel, ini merupakan ancaman bagi eksistensi,” kata Amidror. "Kami tidak akan membiarkan ini terjadi.”

Polemik nuklir Iran bukanlah poin perdebatan dua mantan pejabat itu. Mereka semula berdebat soal nasib Palestina, di mana Faisal menegaskan rakyat Palestina berhak memiliki negara sendiri.

Sedangkan Amidror menyatakan bahwa Israel menolak didikte negara-negara Arab dan minta dunia Arab membawa Palestina ke meja perundingan untuk duduk bersama dengan Israel. (okz)