MEDAN - Camat Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Mardiah Hanum mengaku pernah dipanggil Polda Sumut terkait normalisasi Sungai Tanjung Medan. Akan tetapi, awalnya orang nomor satu di Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labusel tersebut tidak mengakui adanya kedatangan Polisi dari Polda Sumut untuk meninjau proyek Dinas Sumber Daya Air Cipta Karya dan Tata Ruang (SDA CKTR) Provinsi Sumut pada Unit Pengelolaan Teknis (UPT) Pengelolaan Irigasi Kualauh Barumum Tahun Anggaran (TA) 2022 senilai Rp1,9 miliar.
 
"Orang Polda ?? Engak ada datang mereka. Untuk apa orang Polda datang," ujar Camat Kampung Rakyat yang dikonfirmasi lewat sambungan telepon pada Jumat, 2 Juni 2023.
 
Namun, setelah dijelaskan informasi dari masyarakat yang sempat membuat heboh perihal proyek tersebut, barulah camat menjelelaskan kembali.
 
"Oh iyaa. Saya kira orang Polda menghadap saya. Orang itu (Polisi) sudah datang ke lapangan. Sudah diukur mereka. Saya pun dipanggil ke Polda. Sudah saya terangkan. Apa lagi masalah rupanya," kata camat dengan nada ketus.
 
Kendati demikian, Camat Kampung Rakyat itu tidak menerangkan materi pemeriksaan terhadap dirinya oleh Polda Sumut.
 
Namun saat ditanyakan proyek normalisasi yang dianggap merugikan para petani karena diduga menyerobot lahan dan menebang ratusan pohon sawit milik warga tanpa adanya ganti rugi, Hanum mengaku pihaknya sudah menyosialisasikan proyek tersebut.
 
Menurut Mardiah Hanum, saat itu tidak ada masyarakat yang keberatan atas proyek tersebut.
 
"Tidak ada masyarakat yang keberatan. Sudah disosialisasikan. Tapi masyarakat sebagian datang. Kemudian yang datang setuju yang tidak datang ya berarti dia setujulah," ketus Mardiah Hanum lagi.
 
Meski menurut Camat Kampung Rakyat, proyek normalisasi sungai itu telah disosialisasikan kepada masyarakat, namun yang membuat janggal adalah mekanisme proyek tersebut.
 
Sosialisasi dilaksanakan, surat yang menyatakan tidak keberatan terhadap poyek tersebut dari masyarakat yang lahannya diduga diserobot dan pohon sawitnya ditumbang tanpa ganti rugi sama sekali tidak ada.
 
"Berita acara tidak ada. Namun daftar hadir ada," pungkas Camat Kampung Rakyat, Kabupaten Labusel, Mardiah Hanum.
 
Keterangan Camat Kampung Rakyat, Kabupaten Labusel, Mardiah Hanum tersebut bertolak belakang dengan pernyataan salah seorang warga yang pohon sawitnya ditumbang tanpa adanya ganti rugi di sekitar areal proyek tersebut.
 
Menurut AP, dirinya tidak mengetahui adanya sosialisasi proyek normalisasi sungai yang merugikan mereka karena pohon sawitnya ditebang tanpa ganti rugi tersebut.
 
"Saya tidak tahu. Dan tidak dapat undangan sosialisasi tersebut. Tiba-tiba sudah ada alat berat datang ke lahan kami dan menebang sebagian sawit kami," lirih AP.
 
Dijelaskan AP, menurutnya, selain kurang sosialisasi, proyek normalisasi sungai ini terkesan dipaksakan karena wilayah tersebut diketahui tidak pernah banjir hingga ke pemukiman warga.
 
"Menurut saya, proyek ini dipaksakan. Karena setahu saya, di sini tidak pernah banjir sampai ke pemukiman warga. Tapi kalau hujan lebat, memang air sungai menjadi deras," jelasnya.
 
AP kemudian membenarkan bahwa personel Polda Sumut pernah datang meninjau proyek normalisasi yang dilakukan UPT Pengelolaan Irigasi Kualuh Barumun tersebut.
 
Bahkan, kata AP, kedatangan personel Polda Sumut pada bulan Desember lalu sempat menghebohkan warga sekitar.
 
"Kemarin Polisi sempat datang mengecek proyek ini setelah selesai. Saya tidak tahu apa permasalahannya. Sekitar bulan Desember 2022 lalu kalau saya tidak salah," katanya.
 
Kendati demikian, AP dan sejumlah warga yang lahan dan pohon sawitnya ditebang tanpa adanya ganti rugi di seputar areal proyek tersebut tidak berani keberatan.
 
Karena, salah seorang tokoh agama di kawasan itu diduga terlibat sebagai pengawas proyek ini.
 
"Para petani termasuk saya sebenarnya berontak. Tapi mau bagaimana. Proyek tersebut menggandeng salah seorang tokoh agama di sini," sebutnya. 
 
Oleh sebab itu, ungkap AP, ia dan sejumlah warga lainnya yang dirugikan karena pengerjaan proyek tersebut meminta aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan secara mendalam.
 
"Sebab, selain dirugikan atas penyerobotan lahannya, pohon sawit pun ditumbang sehingga mengurangi pendapatan kami para petani. Jadi rugi besar," ungkapnya.
 
Karenanya, kata AP, ia dan sejumlah warga yang terkena dampak dari proyek tersebut meminta keadlian.
 
"Sudahlah lahan kami berkurang, pohon sawit ditumbang sehingga hasil panen pun berkurang derastis. Semoga aparat penegak hukum memeriksa kejanggalan proyek ini. Petani di sini sudah dirugikan dan berharap segala kerugian diganti," pungkasnya.